Beranda | Artikel
Jerat Fitnah dan Solusinya
Rabu, 2 Desember 2015

Kata ‘fitnah’ secara bahasa bermakna ‘ujian dan cobaan’. Meskipun demikian, terkadang kata ‘fitnah’ juga bisa digunakan dengan makna azab, peperangan, dan pembakaran. Fitnah bisa terjadi semasa hidup dan bisa juga muncul di saat kematian tiba. Oleh sebab itu kita diperintahkan untuk berdoa memohon perlindungan dari fitnah hidup dan fitnah kematian (lihat Syarh Kitab al-Fitan min Shahih Muslim, oleh Syaikh Sulaiman ar-Ruhaili, hal. 11)

Fitnah juga bisa bermakna kesulitan, segala hal yang tidak menyenangkan seperti kekafiran, dosa, perbuatan keji, bencana, dan hal-hal yang tidak disukai lainnya. Apabila fitnah itu berasal dari Allah maka ia pasti disertai dengan hikmah. Adapun apabila fitnah itu berasal dari manusia tanpa perintah dari-Nya maka hal itu adalah tindakan yang tercela (lihat Ittihafu Ahlil Iman bi maa Ya’shimu min Fitani Hadzaz Zaman, oleh Syaikh Abdullah bin Jarullah, hal. 9)

home

Fitnah dalam makna ujian dari Allah adalah perkara yang terpuji. Karena semua perbuatan Allah adalah terpuji, tidak ada perbuatan Allah yang tercela. Seperti misalnya, firman Allah (yang artinya), “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan ditinggalkan begitu saja dengan mengucapkan ‘kami beriman’ lantas mereka tidak diuji?” (Al-‘Ankabut : 2)

Fitnah atau ujian dari Allah kepada manusia memiliki bentuk yang beraneka ragam. Ada ujian berupa ketaatan seperti misalnya dia diperintahkan untuk sholat, demikian pula seorang lelaki diperintahkan untuk memelihara jenggot, dsb. Karena terkadang manusia mau melakukan suatu hal yang disukainya tetapi tidak mau melakukan perintah Allah yang tidak disukainya. Oleh sebab itu ketaatan merupakan ujian baginya. Demikian pula ketaatan kepada pemimpin muslim adalah ujian bagi manusia, walaupun pemimpin itu fasik maka ia tetap harus ditaati. Berbagai bentuk fitnah atau cobaan ini diberikan kepada manusia untuk menguji keimanan dan ketaatannya kepada Allah. Ada fitnah berupa harta, anak-anak, perbedaan pendapat, celaan, pujian, dsb. Ada fitnah yang berupa kemaksiatan, bid’ah, pembunuhan, fitnah syahwat, bahkan fitnah ketika menjelang kematian dan di alam kubur (lihat Syarh Kitab al-Fitan oleh Syaikh Sulaiman ar-Ruhaili, hal. 12-15)

Adapun fitnah yang biasa dimaksud dalam pembicaraan para ulama dimana kita diperintahkan untuk menjauhi dan menyelamatkan diri darinya adalah fitnah dalam makna hal-hal yang buruk dan merusak agama yang dilakukan oleh manusia atau fitnah yang berupa bencana dari Allah yang disebabkan oleh perilaku manusia juga. Seperti fitnah berupa pemberontakan kepada penguasa muslim, atau fitnah berupa perpecahan dan pertikaian.

Diantara bentuk fitnah paling besar yang dimaksud adalah peperangan dan pertumpahan darah. Termasuk dalam cakupan fitnah ini pula penindasan kaum kafir kepada umat Islam. Bahkan, termasuk fitnah pula berbagai praktek kemusyrikan dan bid’ah yang merajalela di tengah-tengah umat. Dan pada masa belakangan ini pun muncul fitnah berupa pengeboman dan terorisme dengan mengatasnamakan jihad. Dengan demikian fitnah memiliki makna yang luas dan meliputi berbagai bentuk keburukan dan kekacauan yang ada di tengah-tengah kehidupan umat manusia.

Sebab Munculnya Fitnah

Para ulama telah menerangkan berbagai faktor yang mendorong munculnya fitnah dan kekacauan di tengah umat. Berikut ini kami ringkaskan sebagian keterangan dari Syaikh Husain al-‘Awaisyah hafizhahullah. Diantara sebabnya adalah :

Tidak adanya tolong-menolong dan saling membantu diantara kaum muslimin. Allah berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang kafir itu adalah sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Jika kalian tidak melakukan hal yang serupa maka pasti akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang sangat besar.” (Al-Anfal : 73). Hal ini menunjukkan bahwa saling menolong diantara kaum muslimin merupakan cara untuk membendung fitnah. Sehingga tidak selayaknya kaum muslimin justru berpecah-belah dan bergolong-golongan.

Diantara penyebab fitnah juga adalah hilangnya para pelopor kebaikan dari tengah umat. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Rabbmu akan menghancurkan negeri-negeri itu karena kezaliman sementara penduduknya selalu berusaha melakukan perbaikan/ishlah.” (Hud : 117).

Tidak cukup dengan keberadaan orang yang salih apabila mereka tidak berusaha memperbaiki keadaan. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya, “Apakah kami akan celaka sedangkan diantara kami banyak orang salih?” maka beliau menjawab, “Iya, apabila perbuatan keji/maksiat telah merajalela.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Termasuk penyebab fitnah ini pula adalah tidak ditegakkannya amar ma’ruf dan nahi mungkar. Allah berfirman (yang artinya), “Telah dilaknat orang-orang kafir dari kalangan Bani Isra’il melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam; hal itu disebabkan perbuatan maksiat mereka dan mereka suka melampaui batas. Mereka tidak mencegah kemungkaran yang dilakukan oleh sesamanya. Betapa buruk apa-apa yang mereka kerjakan itu.” (Al-Ma’idah : 78-79)

Namun, perlu diingat bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar memiliki kaidah dan aturan-aturan yang harus dijaga. Adapun tindakan memberontak dan kudeta kepada pemerintah adalah perkara yang tidak disyari’atkan. Bahkan itu merupakan fitnah yang membinasakan.

Akibat dari tidak ditegakkannya amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah bertebarannya berbagai kefasikan, kemaksiatan, dan kezaliman. Hal ini pun menjadi sebab semakin besarnya fitnah yang menimpa umat. Allah berfirman (yang artinya), “Dan takutlah kalian akan suatu fitnah yang tidak hanya menimpa kepada orang-orang yang zalim diantara kalian, dan ketahuilah bahwasanya Allah sangatlah keras hukuman-Nya.” (Al-Anfal : 25)


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/jerat-fitnah-dan-solusinya/